Senin, 08 Maret 2010

Unsur-Unsur Skripsi

Secara garis besar, unsur-unsur skripsi dipilah menjadi tiga bagian, yaitu unsur-unsur bagian awal, inti dan akhir. Segenap unsur yang dimaksud berikut ini.

A. Isi Bagian Awal Skripsi
Bagian awal skripsi terdiri atas: (1) Sampul Luar, (2) Sampul Dalam, (3) Persetujuan Pembimbing, (4) Persetujuan Tim Penguji, (5) Kata Pengantar, (6) Daftar Isi, (7) Daftar Tabel, (8) Daftar Gambaran, (9) Daftar Lampiran, (10) Daftar Lainnya, dan (11) Daftar Transliterasi. Unsur-unsur itu diuraikan berikut.

1. Sampul Luar
Sampul Luar adalah sampul skripsi yang berada pada bagian depan. Sampul itu berisi judul, kata skripsi, nama dan nomor induk mahasiswa, lambang STAIDRA, nama Jurusan yang diikuti nama lembaga, dan waktu (bulan dan tahun) lulus ujian. Semua huruf dalam kata-kata pada sampul luar ditata simetris dan ditulis dalam bentuk huruf kapital. Contoh sampul luar pada lampiran 6.

2. Sampul Dalam
Sampul dalam adalah halaman sampul yang berada pada bagian dalam. Halaman yang selalu berada pada lembar ketiga ini terdiri atas unsur judul, kata skripsi, maksud penulisan skripsi, nama lengkap dan nomor induk mahasiswa, nama lengkap jurusan yang diikuti nama lembaga dan waktu (bulan dan tahun) contoh sampul dalam pada lampiran 7.

3. Persetujuan Pembimbing
Persetujuan pembimbing adalah persetujuan dosen pembimbing tentang naskah skripsi mahasiswa. Pada halaman ini dinyatakan bahwa naskah skripsi telah diperiksa dan memenuhi syarat untuk diuji. Dalam hal ini, persetujuan yang dicantumkan adalah (1) teks skripsi oleh…… ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan, (2) tempat dan tanggal persetujuan, dan (3) nama lengkap pembimbing. Contoh persetujuan pembimbing pada lampiran 8.

4. Pengesahan Tim Penguji
Pengesahan tim penguji adalah pengesahan TPS atas skripsi yang diujikan. Pada halaman ini dinyatakan bahwa skripsi telah dipertahankan mahasiswa di hadapan TPS. Sebagai bukti persetujuan dan pengesahan, tanda tangan dekan dan TPS diberikan oleh TPS pada saat berlangsungnya ujian skripsi. Dalam halaman ini dicantumkan tanda tangan, nama lengkap, setiap anggota TPS. Contoh pengesahan TPS pada lampiran 9.

5. Kata Pengantar
Kata pengantar adalah halaman yang berisi ucapan terima kasih kepada orang-orang, lembaga, organisasi, dan pihak-pihak yang telah membantu dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan skripsi secara langsung. Oleh karena skripsi merupakan karya ilmiah yang bersifat objektif, sikap merendahkan diri dan meminta maaf kepada pembaca skripsi tidak perlu diungkapkan. Setelah dicantumkan teks kata pengantar yang ditulis dalam bentuk huruf kapital. Ucapan puji syukur kepada Allah dinyatakan pada kalimat awal paragraf pertama dan diikuti kalimat yang berisi ucapan terima kasih kepada kedua orang tua. Selanjutnya, apabila ucapan terima kasih disampaikan kepada banyak pihak, kata pengantar perlu ditata secara teratur maksimal dua halaman kuarto. Kata Penulis dicantumkan pada posisi kanan bawah, tanpa nama terang. Contoh kata pengantar pada lampiran 10.

6. Daftar Isi
Sebagai gambaran organisasi keseluruhan isi dalam skripsi, dalam daftar isi dicantumkan judul dan, judul subbab, judul anak subbab yang disertai nomor halaman sesuai dengan tempat unsur itu dalam naskah. Semua huruf dalam judul bab ditulis huruf kapital, sedangkan subbab dan judul anak subbab ditulis huruf kapital pada bagian awal saja. Contoh daftar isi pada lampiran 11.

7. Daftar Tabel
Daftar tabel berisi nomor tabel yang ditempatkan pada lajur kiri dan nomor halaman yang ditempatkan pada lajur kanan. Berkenaan dengan itu, judul tabel harus ditulis sesuai dengan judul tabel yang ada dalam naskah skripsi tanpa ada penyingkatan baru yang membedakan judul tabel dalam naskah dengan judul tabel dalam daftar tabel. Jika judul tabel terdiri atas dua baris atau lebih, Jarak antar baris satu spasi. Jarak antar tabel dalam daftar tabel satu setengah spasi. Contoh halaman daftar tabel pada lampiran 12.

8. Daftar Gambar
Daftar gambar berisi nomor, judul, dan halaman tempat gambar dalam naskah skripsi. Jika judul gambar lebih dari satu baris, jarak antar baris satu spasi. Jarak antar judul gambar satu setengah spasi. Judul gambar yang ditulis dalam daftar gambar harus sama dengan judul gambar dalam naskah skripsi. Contoh daftar gambar pada lampiran 13.

9. Daftar Lampiran
Daftar lampiran berisi nomor, judul, dan halaman tempat lampiran dalam naskah. Jika judul lampiran lebih dari satu baris, jarak antar baris satu spasi. Jarak antar judul lampiran satu setengah spasi. Judul lampiran yang ditulis dalam daftar lampiran harus sama dengan judul lampiran dalam naskah skripsi. Contoh daftar lampiran pada lampiran 14.
10. Daftar lainnya
Jika dalam skripsi digunakan singkatan-singkatan yang belum lazim, tetapi memiliki makna penting bagi kejelasan pesan yang disampaikan, sebaiknya singkatan itu harus ditempatkan pada daftar singkatan tersendiri. Contoh daftar singkatan pada lampiran 15.

11. Daftar Transliterasi
Daftar transliterasi yang digunakan mengacu pada Pedoman Transliterasi Arab Latin hasil keputusan bersama antara Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor: 158 tahun 1987 dan nomor: 0543 b/U/1987. isi pedoman itu pada lampiran 16

B. Isi Bagian Inti Skripsi
Bagian inti skripsi terdiri atas: (1) pendahuluan, (2) kajian pustaka (3) metode penelitian, (4) hasil penelitian, (5) pembahasan, dan (6) penutup. Unsur-unsur itu dijelaskan sebagai berikut.

1. Pendahuluan
Dalam pendahuluan diungkapkan unsur (1) latar belakang masalah (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) kegunaan penelitian (5) definisi operasional (6) hipotesis penelitian (7) ruang lingkup penelitian (8) sistimatika pembahasan. Masing-masing unsur tersebut memiliki rincian informasi sebagai berikut.

a. Latar Belakang Masalah
Dalam bagian ini diuraikan hal-hal yang melatarbelakangi topik penelitian untuk mengantarkan pembaca kepada masalah penelitian. Itu disajikan secara sistematis sampai diidentifikasikannya suatu masalah yang perlu dipecahkan. Di samping itu, dasar pemikiran mengapa suatu topik perlu diteliti juga perlu diungkapkan secara rasional, misalnya, dikaitkan dengan kepentingan pengembangan ilmu atau penerapannya di lapangan. Itulah sebabnya, dalam latar belakang masalah dapat diungkapkan perbedaan atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan, baik kesenjangan teoritis maupun praktis. Pada sisi lain, untuk mendukung pentingnya masalah yang diangkat sebagai objek penelitian, ringkasan teori, hasil penelitian, dan kesimpulan diskusi ilmiah dapat diungkap sebagai kajian yang lebih kokoh, sementara itu, alasan pemilihan judul juga dapat diungkapkan sebagai penegasan tentang maksud dari judul yang diajukan.

b. Rumusan Masalah
Dalam rumusan masalah diungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan dicarikan jawaban. Pertanyaan yang diungkap secara singkat dan padat merupakan lingkup masalah yang akan diteliti. Dalam bentuk itu, rumusan masalah harus menampakkan subjek penelitian, variabel yang diteliti, serta hubungan variabel-variabel di dalamnya secara jelas. Oleh karena itu, rumusan masalah yang tidak boleh berisi lebih dari satu persoalan hendaknya dapat dikaji dan diuji secara empiris. Dalam hal ini, variabel yang dicantumkan dalam rumusan masalah hendaknya dapat dipahami secara eksplisit.

c. Tujuan Penelitian
Dalam tujuan penelitian diungkapkan sasaran penelitian yang ingin dicapai. Dalam pada itu, isi tujuan penelitian bertolak dari rumusan masalah yang ada. Dengan demikian, tujuan penelitian harus memiliki satu sasaran yang jelas sesuai dengan topik yang dikaji. Dengan kata lain, tujuan penelitian yang lazim diungkap dalam bentuk pernyataan harus relevan dengan makna yang terkandung dalam isi topik penelitian.

d. Kegunaan Penelitian
Dalam kegunaan penelitian diungkapkan aspek pentingnya penelitian dari segi teoritis dan praktis. Dari segi teoritis, hasil penelitian diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan disiplin ilmu yang mendasari penelitian. Dalam hal itu, hasil penelitian apakah memperlemah atau memperkuat suatu teori. Namun demikian, tidak semua penelitian memiliki kegunaan teoritis.
Dari segi praktis, dinyatakan apakah hasil penelitian bermanfaat bagi penerapan suatu ilmu di masyarakat atau tidak. Dalam manfaat praktis tersebut, hasil penelitian diharapkan berguna bagi penerapan keilmuan di lapangan secara langsung. Pernyataan yang jelas tentang pentingnya penelitian tersebut akan mempertegas bahwa rumusan masalah yang dicari jawabannya memang penting dan bermanfaat untuk diteliti.

e. Definisi Operasional
Dalam definisi operasional diungkapkan definisi kata-kata atau istilah-istilah kunci yang berkaitan dengan masalah atau variabel penelitian. Dalam hal itu, untuk kata atau istilah yang berkaitan dengan hal khusus atau abstrak, peneliti perlu mengutamakan definisi atau pengertian yang diberikan oleh ahli yang berwenang. Definisi operasional ini penting dicantumkan untuk menghindari perbedaan pengertian atau kekurang jelasan makna yang ditimbulkannya. Di samping itu, pencantuman definisi oprasional juga memungkinkan orang lain untuk menguji dan mengukur hal yang sama. Dalam hal itu, akan lebih jelas bila batasan makna istilah-istilah dalam variabel penelitian disusun secara alfabetis.

f. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban masalah penelitian. Dalam hipotesis penelitian itu diungkapkan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling tinggi dan paling mungkin kebenarannya. Hal itu disusun setelah peneliti mengkaji bahan pustaka. Dalam pada itu, hipotesis penelitian hendaknya menampakkan pertautan antara dua variabel atau lebih, dalam bentuk kalimat pernyataan, dirumuskan secara singkat, padat dan jelas, serta dapat diuji secara empirirs.
Pada praktiknya, hipotesis penelitian dapat dituangkan pada latar belakang masalah agar kaitan antara masalah dan kemungkinan jawabannya menjadi jelas. Itulah sebabnya, paparan teori pokok secara garis besar dalam latar belajang masalah dibenarkan. Akan tetapi, hipotesis penelitian tidak selalu dibutuhkan dalam penelitian. Oleh karena itu, hipotesis tidak selalu ada dalam skripsi.

g. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam ruang lingkup penelitian diungkapkan aspek variabel yang diteliti, yaitu variabel apa yang menjadi sasaran penelitian, terutama variabel dalam rumusan masalah. Perumusan variabel penelitian secara operasional ini perlu agar pembaca tidak mempunyai tafsiran yang berbeda dengan apa yang dimaksud peneliti.
Jika lingkup tersebut berkaitan dengan lokasi penelitian maka perlu diberikan karektaristik dan alasan memilih lokasi penelitian. Dalam hal ini, uraian tentang struktur organisasi, suasana sehari-hari, dan/atau peta lokasi penelitian, misalnya dapat diungkapkan secara jelas. Di samping itu, pertimbangan tentang kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian lokasi dapat dikemukakann dalam hubungannya dengan topik penelitian.
Dalam kaitannya dengan sasaran penelitian, peneliti hendaknya berusaha memberikan gambaran yang singkat untuk menegaskan apa yang akan diungkapkan di lapangan.

h. Sistimatika Pembahasan
Dalam sistimatika pembahasan diungkapkan isi skripsi mulai dari bab satu sampai bab terakhir. Dalam hal itu, dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang komprehensip mengenai sistimatika pembahasan yang dibutuhkan dalam skripsi.

2. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka diungkapkan deskripsi teoritis tentang objek yang diteliti. Untuk itu deskripsi teori perlu didasarkan pada kajian pustaka yang dilakukan sedalam dan seakurat mungkin. Berkenaan dengan hal itu, argumentasi tentang hipotesis yang diajukan juga perlu diungkap. Peneliti bahkan perlu mengintegrasikan teori yang dipilih sebagai landasan penelitian dengan hasil kajian mengenai temuan penelitian yang relevan.
Sementara itu, teori yang dijadikan sebagai dasar penelitian hendaknya relevan dan mutakhir. Artinya, teori yang dikaji hendaknya sesuai dengan masalah yang diteliti. Di samping itu teori yang dikaji hendaknya dipilih yang paling representatif dengan perkembangan keilmuan yang bersangkutan. Untuk itu, teori dari sumber primer perlu diutamakan. Teori dari sumber sekunder dapat digunakan sebagai penunjang bila sumber primer benar-benar tidak dapat diperoleh.
Agar kajian teori benar-benar teraarah, maka masalah dan variabel yang erat kaitannya dengan penelitian, rancangan penelitian dan instrumen penelitian terdahulu, populasi yang telah diteliti, dan varibel lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian perlu diidentifikasi secara jelas.

3. Metode Penelitian
Unsur-unsur pokok dalam bagian ini mencakup, (1) pola penelitian, (2) sumber dan jenis data (3) populasi dan sampel penelitian, (4) teknik dan instrumen pengumpulan data, dan (5) teknik analisis data. Masing-masing unsur itu diuraikan sebagai berikut.


a. Pola Penelitian
Dalam rancangan penelitian diungkapkan penataan latar belakang penelian agar dapat diperoleh data valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Dalam eksperimental, misalnya, rancangan penelitian yang dipilih adalah rancangan yang paling memungkinkan peneliti untuk mengendalikan variabel terikat. Dalam hal itu, perlu diuraikan cara menentukan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, serta cara memanipulasi variabel bebas.
Dalam penelitian noneksperimental, misalnya, rancangan penelitian berisi penjelasan tentang jenis penelitian yang dilakukan ditinjau dari tujuan dan sifatnya, yaitu penelitian eksplorasi, deskriptif, eksplanasi, survai, atau yang lain. Landasan berfikir dalam memahami suatu gejala, misalnya fenomenologis dan interaksi simbolik perlu diungkapkan merupakan jenis penelitian etnografis, studi khusus, ekologis, partisipatoris, penelitian tindakan atau penelitian kelas.

b. Sumber dan Jenis Data
Dalam bagian ini dijelaskan sumber data baik itu berupa human maupun nonhuman. Dalam hal ini diutamakan sumber primer (first source). Sedangkan sumber skunder (second source) dapat digunakan apabila tidak didapatkan sumber pertama atau dalam rangka untuk mendukung sumber primer.
Mengenai jenis data juga dijelaskan dalam bagian ini. Jika penelitian itu berupa penelitian lapangan, datanya berupa kuantitatif dan analisisnya menggunakan statistik. Dalam hal ini tidak ada masalah, tetapi jika datanya berupa kualitatif dan analisisnya menggunakan statistik. Dalam hal ini data kualitatif harus dikuantitatifkan terlebih dahulu melalui proses kuantifikasi data.

c. Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam bagian ini diungkapkan identifikasi dan batasan populasi atau subyek penelitian, prosedur dan teknik pengambilan sampel, serta besarnya sampel yang di butuhkan. Identifikasi populasi perlu diberikan agar dapat diperoleh sampel yang representatif. Ini diperlukan agar tidak terjadi kekeliruan dalam menjeneralisasikan temuan penelitian. Di samping itu uraian eksplisit tentang apa atau siapa sampel dalam penelitian perlu ditegaskan. Bahkan jumlah dan teknik sampling yang digunakan serta bagaimana cara-cara menarik sampel dari populasi juga perlu dijelaskan.
Istilah sampel memang tidak selalu ada dalam penelitian bila peneliti tidak menggunakannya. Jika penelitian dilakukan terhadap seluruh populasi, misalnya, penelitian dapat menggunakan istilah subyek penelitian.

d. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data
Dalam bagian ini diungkapkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam bentuk angket, wawancara, observasi, atau dokumentasi. Untuk wawancara, misalnya, perlu dijelaskan apakah diambil dari bentuk yang sudah standart atau dikembangkan peneliti sendiri. Dalam hal itu, peneliti harus mencatumkan kegunaan teknik tersebut. Wawancara, misalnya, digunakan untuk menggali data tentang…….. Di samping itu peneliti juga harus mencantumkan instrumen yang digunakan. Angket, misalnya, digunakan untuk memperoleh data tentang ……dengan menggunakan instrumen angket atau daftar pertanyaan. Tingkat validitas dan relibilitas instrumen yang dipakai idealnya juga dicantumkan.

e. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data sangat dipengaruhi oleh jenis data yang dikumpulkan. Untuk itu, dalam analisis data diungkapkan jenis atau teknik analisis data yang digunakan termasuk juga alasan pemilihanya. Namun, bila jenis analisis data yang digunakan sudah populer, maka uraian panjang lebar tidak perlu diberikan. Khusus bagi jenis analisis data yang kurang populer, maka uraian tentang analisis yang lebih rinci tetap perlu diberikan.

4. Hasil Penelitan
Dua hal pokok yang diungkap dalam hasil penelitian skripsi, yaitu deskripsi data dan pengujian hipotesis. Kedua hal yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut.

a. Deskripsi Data
Materi yang disajikan dalam deskripsi data merupakan temuan obyektif yang sesuai dengan variabel penelitian tanpa disertai pendapat peneliti. Dalam pelaporannya, temuan penelitian dapat disajikan dalam bentuk statistik deskriptif, misalnya, distribusi frekwensi yang disertai dengan grafik. Berkenaan dengan itu, temuan penelitian perlu disajikan secara singkat dan jelas, tetapi dapat menampilkan makna yang lengkap. Uraian tentang hal-hal faktual dapat diberikan sebagai pemerjelas grafik yang disajikan. Jika ada rumus atau perhitungan yang digunakan dalam pemerolehan data, hal itu dapat ditempatkan dalam bagian lampiran.

b. Pengujian Hipotesis
Pemaparan tentang hasil pengujian hipotesis pada dasarnya tidak berbeda dengan penyajian temuan penelitian untuk masing-masing variabel. Hipotesis penelitian dapat dikemukakan sekali lagi dalam bab ini, termasuk hipotesis nolnya, dan masing-masing diikuti dengan pengujianya serta penjelasan atas hasil pengujian itu secara ringkas dan padat. Penjelasan terhadap hasil pengujian hipotesis ini terbatas pada interpretasi atas angka statistik yang diperoleh dari perhitungan statistik.

5. Pembahasan.
Pembahasan temuan penelitian bertujuan (1) menjawab masalah penelitian, (2) menafsirkan temuan-temuan penelitian, (3) mengintegrasikan temuan-temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan, dan (4) memodifikasikan teori yang ada atau menyusun teori baru.
Dalam pada itu, hasil penelitian yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian harus disajikan secara eksplisit. Sementara itu, penafsiran yang dilakukan terhadap temuan penelitian harus dilakukan serasional mungkin sesuai dengan logika yang ada. Pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang ada dilakukan dengan jalan menjelaskan temuan-temuan penelitian ke dalam konteks khasanah kelimuan yang lebih luas. Hal terakhir itu dapat dilakukan dengan jalan membandingkan temuan-temuan penelitian dengan teori dan temuan empirik lain yang relevan. Khusus memodifikasi teori baru peneliti harus menunjukkan bagaimana penolakan sebagian yang dilakukan. Jika teori yang ada ditolak sepenuhnya oleh peneliti, maka peneliti harus menunjukkan dan memberikan pola-pola, model-model, dan atau rumusan baru yang lebih akurat. Akurasi pemberian teori baru harus didukung data yang benar-benar dapat dipertangung jawabkan.

6. Penutup
Dua hal yang lazim ditemukan dalam bagian penutup adalah kesimpulan dan saran. Akan tetapi harus dinyatakan dengan kata penutup. Penggunaan kata penutup atau kesimpulan tergantung pada isi bagian yang diungkapkan di dalamnya. Pengunaan nama penutup dibenarkan bila isi bagian ini berupa kesimpulan dan saran. Jika bagian ini hanya berisi kesimpulan tanpa saran, bagian ini lazim dinyatakan dengan kata kesimpulan.
Berkenaan dengan itu, hal pertama dan utama yang harus ditampakkan dalam kesimpulan adalah konsistensi kaitan antara rumusan masalah dan tujuan penelitian dengan kesimpulan yang diperoleh. Dalam hal ini, peneliti dapat menampakkan alur perumusan kesimpulan secara singkat dan jelas, tetapi tidak boleh menampakkan hal-hal baru di luar rumusan masalah yang dibahas. Jika tidak ada penolakan atau penerimaan hipotesis, peneliti juga dapat menjelaskan pada bagian ini sambil menjelaskan mengapa hipotesis itu diterima.
Berbeda dengan itu, peneliti tidak boleh memberikan saran di luar pokok masalah yang dibahas. Jika peneliti menemukan masalah baru terkait dengan rumusan masalah yang ditelitinya, peneliti dapat menjelaskan apa masalah yang dimaksud. Dengan demikian, peneliti lain dapat mengenali masalah baru sebagai masalah yang patut mendapat perhatian lebih lanjut.

C. Isi Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir skripsi berupa daftar pustaka dan lampiran. Berkenaan dengan daftar pustaka, peneliti berkewajiban mencatumkan segenap sumber pustaka yang dijadikan sebagai acuan dalam menyusun skripsi. Sumber yang tidak digunakan sebagai acuan dalam menyusun skripsi tidak boleh dicantumkan dalam daftar pustaka. Dengan demikian, penguji berpeluang untuk mengecek kebenaran sumber pustaka ketika ujian skripsi berlangsung.
Lampiran dalam skripsi berisi, misalnya, instrumen penelitian, data mentah penelitian, rumus statistik yang digunakan, proses menghitung harga statistik, surat izin penelitian, dan tanda bukti melaksanakan pengumpulan data sesuai dengan waktunya.

Ijtihad dan Taklid dalam NU

Peradaban manusia selalu dinamis, terus berubah seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini tentu terus memunculkan masalah-masalah baru, masalah kontemporer di dalam masyarakat. Oleh karena itu para ulama-ulama NU dituntut untuk mampu memecahkan semua masalah-masalah yang timbul dengan melalui apa yang disebut ijtihad.

Lalu apa itu ijtihad? Apa itu taklid? Makalah ini akan mencoba sedikit menguraikan ijtihad dan taqlid. Dengan hadirnya makalah ini diharapkan akan semakin membuka wawasan kita. Semoga.


A. Pengertian Ijtihad dan Syarat-Syaratnya

Arti ijtihad menurut bahasa adalah mengeluarkan tenaga atau kemampuan. Ijitihad di kelalangan ulama NU dipahami sebagai upaya berpikir secara maksimal untuk istinbath (menggali) hukum syar’I yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia secara langsung dari dalil tafshili (Al Qur’an dan Sunnah). Ini adalah pengertian ijtihad mutlaq, pelakunya disebut mujtahid mutlaq. Meskipun dipertentangkan, apakah sekarang ini boleh melakukan ijtihad mutlaq atau tidak, namun para ulama nampaknya sepakat, perlu adanya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tertentu bagi mujtahid mutlaq.

Syarat-syarat bagi mujtahid mutlaq; pertama, menguasai bahasa Arab, tentu termasuk nahwu, sharaf dan balaghohnya karena Al Qur’an dan Hadits berbahasa Arab. Tidak mungkin orang akan memahami Al Qur’an dan Hadits tanpa menguasai bahasa Arab.

Kedua, menguasai dan memahami Al Qur’an seluruhnya, kalau tidak ia akan menarik suatu hukum dari satu ayat yang bertentangan dengan ayat lain. Contohnya, do’a terhadap orang mati. Ada golongan-golongan yang menyatakan bahwa berdoa kepada orang mati, berdekah dan membaca Al Qur’an tidak berguna dengan dali:

“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah ia kerjakan.” (QS. An-Najm: 39)


Hal itu tentu bertentangan dengan banyak ayat yang menyuruh kita mendo’akan orang mati. Dalam ayat lain tercantum :

“Orang-orang yang datang setelah mereka berkata : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.”(QS. Al-Hasyr: 10)

Juga termasuk mengetahui ayat yang berlaku umun ('am) dan yang khusus (khos) yang mutlaq (tanpa kecuali) dan lyang muqoyyad (tebatas), yang nasikh (hukum yang mengganti) dan masukh (hukum yang diganti), dan asbabun nuzul (sebab turunnya) ayat untuk membantu dalam memahami ayat tersebut.

Ketiga, manguasai hadits Rasulullah baik dari segi riwayat hadits untuk dapat membedakan antara hadits yang shahih dan yang dhaif. Mengapa harus menguasai hadits? Karena ylang berhak pertama kali untuk menjelaskan, Al Qur’an adalah Rasulullah SAW, maka apabila tidak menguasai hadits, dikhawatirkan manarik kesimpulan suatu hukum brtentangan dengan hadits yang shahih tentu ijtihad tersebut tidak dapat dibenarkan.

“Kami turunkan kepada engkau peringatan (Al Qur’an) supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka mudah-mudahan mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44).


“Dan apa yang Rasul brikan kepadamu hendaklah kamu ambil , dan apa yang Rasul larang kepadamu hendaklah kamu hentikan, dan takutlah kepada Allah, Sesungguhnya Allah keras siksanya.”(QS. Al Hasyr: 7)

Keempat, mengetahui ijma’ (kesepakatan hukum) para sahabat. Supaya kita dalam menentukan hukum tidak bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh sahabat,m karena lebih mengetahui Syari’at Islam. Mereka hidup bersama nabi dan mengetahui sebab turunnya Al Qur’an dan datangnya hadits.

Kelima, mengetahui adat kebiasaan manusia. Adat kebiasaan bisa dijadikan hukum (al 'adatul muhakkamah) selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits.

Dalam ijtihad, ada beberapa tingkatan, yakni ijtihad F1 Al-Mazhab, pelakunya disebut mujtahid F1 Al-Mazhab. Lalu dibawahnya ada ijtihad Fatwa, pelakunya disebut mujtahid Fatwa. Mujtahid tingkat kedua ini ialah mereka yang mampu meng-istibath hukum dari kaidah-kaidah imam mazhab (mujtahid mutlaq) yang diikuti. Misalnya imam Al-Muzani, pengikut mazhab Syarfi’i sedangkan mujtahid Fatwa adalah mujtahid yang mempunytai kemampuan metarjih antara dua Qaul yang di-mutlaqkan oleh imam mujtahid yang dianutnya.

Didalamnya kitab Al-Fawaid, Al-Makkiyah diuraikan tingkatan ulama Figh itu ada enam. Pertama mujtahid muntaqil, setingkat Al-Syafi’i. Kedua mujtahid muntasib, setingkat imam Al-Muzani. Ketiga ashhabu Al-Wujuh, setingkat imam Al-Qaffal. Keempat mujtahid Fatwa, setingkat Al-Nawawi dan imam Al-Rofi’i. Kelima pemikir yang mampu metarjih antara dua pendapat dari dua imam yang berbeda, misalnya imam Al-Asnawi. Keenam hamalatu Al-Fiqih, yaitu ulama-ulama yang menguasai aqwal (pendapat-pendapat) para imam.

Akan tetapi, Nahdlatul ulama mempergunakan istilah yang umum di kalangan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa yang dimaksud mujtahid hanyalah mujtahid mutlak atau mujtahid mustaqil. Dibawah tingkatan itu tergolong Muqalid (orang yang mengikuti).

B. Itihad pada Masa Kini

Ijtihad diperlukan setelah Nabi SAW wafat karena permasalahan selalu berkembang. Ijtihad pada zaman Nabi tidak diperlukan, sebab apabila sahabat mempunyai persoalan langsung bertanya kepada Nabi. Sejak abad ke-II dan ke-III hijriyah permasalahan hukum islam telah mulai perumusan hukum, diantaranya hasil dari Al-Madhahibul Arba’ah baik dalam ibadah maupun mu’amalah. Dan telah diletakkan pula kaidah-kaidah ushul fiqih yang mampu memecahkan segala permasalahan yang timbul. Barangkali, periode saat ini bukan periode ijtihad, tetapi periode pengamalan.

Hal ini bukan berarti ijtihad ditutup mutlaq, tentu tidak. Dalam memecahkan masalah-masalah kontemporer, seperti cangkok mata, donor organ tubuh, bayi tabung dan lain-lain tentu diperlukan ijtihad. Namun ijtihad yang dimaksud adalah ijtihad dalm konteks intera mazhab belaka.

Seperti halnya kaum muslimin di Indonesia yang secara umum adalah pengikut mazhab Syafi’i. Untuk memecahkan masalah-masalah kontemporer, para ulama NU seringkali mengadakan apa yang mereka sebut bahtsul masa’il. Kegiatan tersebut merupakan pert4emuan kyai NU dari berbagai daerah untuk membahas masalah-masalah baru, dan yang menjadi referensi mereka adalah kita-kitab fiqih klasik (kitab kuning). Pertemuan diadakan dalam skala regional ataupun nasional, tergantung bersaran isu yang dijadikan subyek pembahasan.

Inilah model ijtihad yang ada di kalangan NU. NU ingin mempertahankan kepengikutan kaum nahdliyin terhadap mazhab yang mereka anut, terutama mazhab Syafi’i. Dan dalam anggaran dasar NU disebutkan bahwa mereka mengikuti mazhab Syafi’i atau salah satu dari tiga mazhab lainnya (Hanafi, Maliki dan Hanbali). Oleh karena itu, perkembangan fiqih di kalangan nahdliyyin tidak akan keluar koridor mazhab yang mereka anut.

C. Taklid Dalam NU

Taklid bagi NU, sesuai dengan pengertiannya yang telah ditulis dalam kitab-kitab Syafi’iyah, ialah mengambil atau mengamalkan pendapat orang lain tanpa tahu dalil-dalilnya atau hujjahnya. Tentang status hukumnya, taklid di bidang figh (bukan aqidah) ada beberapa pendapat yang cukup panjang pembasannya. Dalam hal ini Dr. Said Ramadlan mengutip kata imam Ibnu Al Qoyyim yang disetujui oleh beberapa ulama sebagai berikut. Bahwa telah lengkapnya kitab-kitab Al-Sunan saja belum cukup untuk dijadikan landasan Fatwa, tetapi juga diperlukan tingkat kemampuan istinbath dan kahlian berfikir serta menganalisa. Bagi yang tidak memiliki kemampuan tersebut, maka ia berkewajiban mengikuti firman Allah :


“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” ( QS. An-Nahl: 43)

Yang salah satu pengertiannya adalah taqlid.

Ibnu Khaldun juga menceritakan, para sahabat tidak semuanya ahli Fatwa. Begitu pula tabi’in. Ini berarti sebagian para sahabat dan tabi’in yang paling banyak jumalahnya, adalah bertaqlid kepada mereka yang ahli Fatwa. Tidak satupun dari sahabat dan tabi’in mengingkari taqlid. Imam Ghazali dalam kitabnya Al-Mustasfa mengatakan, para sahabat telah sepakat (Ijma) menganai keharusan bertaqlid bagi orang awan.

D. Dampak Ijtihad dan Taklid dalam NU

NU memang terkesan sangat kental dengan budaya taqlid. Artinya hampir seluruh gerak hidup komunitas NU khususnya yang terkait dengan bidang keagamaan (Fiqh) mengikuti oleh apa yang dikatakan oleh para kyai. Peran kyai dalam NU memang sangat sentral dan dapat menentukan seluruh aspek kebijakan, termasuk didalamnya kebijakan organisasi. Hal ini disebabkan, barangkali, NU terikat pad paham keagamaan yang telah disepkatinya, yaitu sebagai penganut paham Ahlussunnah waljama’ah. Dengan paham ini para kyai dapat saja menterjemahkannya dalam bahasa konkret, bahwa para santri atau komunitas NU dilarang keluar dari koridor paham ahlussunnah waljamaah tersebut. Dan bisa saja, ada semacam pembenaran, bahwa kebenaran untuk menterjemahkan paham ahlussunnah waljama’ah (agar tidak melenceng) datangnya hanya berasal dari para kyai yang dianggap telah mempunyai derajat validasi tinggi.

Akibat dari pemahaman demikian, NU terkesan mandeg, stagnan, kurang daya kritis dan daya kreatif. Seperti halnya kenyataan yang ada, dalam contoh masalah administrasi dan manajemen, NU masih sangat kurang. NU kultural lebih membumi daripada, NU struktural, padahal jika keduanya bisa seimbang, menurut hemat kami NU akan semakin maju dan berkembang daripada sekarang.

Dari uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa ijtihad di kalangan ulama NU dipahami sebagai upaya berfikir secara maksimal untuk menggali hukum syar’i yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia secara langsung dari Al Qur’an dan Hadits.

Pelaku ijtihad disebut mujtahid dan dalam hal ini ada beberapa tingkatan; mujtahid mutlaq, mujtahid Fatwa, dan lain-lain.

Seorang mujtahid harus menguasai bahasa Arab berikut nahwu, sharaf dan juga balaghohnya, menguasai dan mamahami Al Qur’an secara keseluruhan, menguasai hadits-hadits Rasulullah, mengetahui yina para sahabat, dan juga mengetahui adat kebiasaan manusia.

Adapun taqlid menurut KH. Ahmad Siddiq adalah mengikuti pendapat orang lain yang diyakini kebenarannya sesuai dengan Al Qur’an dan hadits pelakunya disebut muqallid.

Bagi orang awam, yang tidak memenuhi kriteria sebagai mujtahid alias tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad maka taqlid adalah wajib hukumnya.